TARAKAN – Sengketa lahan antara penduduk Pantai Amal dengan TNI AL ternyata tak sepenuhnya terselesaikan.
Hal ini dibuktikan dengan adanya protes warga yang merasa dirugikan atas hasil pertemuan antara Menko Polhukam bersama Pemprov Kaltara terkait penyelesaian sengketa lahan di Pantai Amal.
Protes itu mereka sampaikan dengan mendatangi kantor Pemkot Tarakan untuk menyurati Pj Wali Kota Tarakan, Bustan beberapa waktu lalu.
Salah satu perwakilan warga Pantai Amal bernama Yusuf menjelaskan, hasil koordinasi Pemprov Kaltara bersama Menko Polhukam memang menghasilkan usulan penyelesaian, namun menurutnya hal itu justru merugikan warga.
“Tentunya usulan itu tidak mungkin kami informasikan melalui mulut. Maka kami mengirim surat untuk penolakan usulan dari Menko Polhukam. Tentunya awal ini ke Pj Wali Kota Tarakan kemudian ke Pak Gubernur,” ucapnya kepada media belum lama ini.
Lebih jauh dijelaskannya, hasil rapat tersebut memutuskan bahwa warga Pantai Amal hanya diberi surat hak atas bangunan. Sementara TNI AL diberi surat hak pakai.
“Kami merasa pemilik lahan tapi kami diberi hak bangunan. Kalau kita berpikir ini justru terbalik yah. Kami yang punya lahan seharusnya kami yang berikan surat hak bangunan kepada institusi AL. Kami harusnya dapat hak pakainya,” katanya.
Dia bersama warga Pantai Amal lainnya juga kecewa sebab dalam pertemuan tersebut mereka tidak diberi hak untuk menyampaikan pendapat. Mereka hanya diminta datang untuk mendengar usulan yang sudah disepakati.
“Jadi sebenarnya rapat koordinasi itu bukan rapat buat kami. Kami hadir dan terlibat cuman untuk mendengar yang sudah jadi. Rapat kemarin itukan sepihak. Karena tidak mengundang tokoh masyarakat dan masyarakat amal untuk rapat mencari solusi,” katanya.
“Andai kami diberi waktu bicara tentu ada usulan kami yang perlu dipertimbangkan. Tapi kalau sudah jadi artinya kami harus terima mentah-mentah tanpa harus bisa mengkonfirmasi,” sambungnya.
Yusuf mengakui bahwa ia bersama warga lainnya telah memiliki tanah tersebut secara legal. Dibuktikkan dengan adanya bangunan, tanaman dan surat tanah.
Mereka siap menunjukkan jika diminta untuk membuktikan kepemilikan lahan. Dia pun berharap jika tanahnya diambil alih oleh AL, mereka meminta agar diganti untung.
Diberitakan sebelumnya, upaya penyelesaian lahan antara penduduk Pantai Amal dengan TNI AL sudah dimulai sejak lama dilakukan mengingat wilayah tersebut digunakan sebagai pos TNI AL dan aktvitias oleh masyarakat.
Menko Polhukam mengungkapkan 3 prinsip yang harus diingat dalam penyelesaian masalah lahan tersebut. Yaitu TNI AL dapat menggunakan lahan tersebut untuk mempertahankan keamanan negara, kemudian masyarakat masih bisa mendapatkan manfaat dari pengelolaan sumber daya alam, serta keputusan yang diambil tidak melanggar Undang-Undang yang berlaku.
Selain wilayah di Kelurahan Pantai Amal, sebagian wilayah di Kelurahan Karang Anyar juga memiliki masalah yang sama.
Salah satu hasil rapat sebelumnya telah dipahami bahwa Kelurahan Pantai Amal telah ditetapkan sebagai ruang pertahanan negara berdasarkan PP Nomor 68 Tahun 2014 karena berdekatan dengan perbatasan Malaysia, terdapat radar, markas Yonmarharlan dan tempat latihan tank amphibi.
Atas dasar dan beberapa pertimbangan dari instansi terkait yang turut menyelesaikan masalah lahan tersebut, Menko Polhukam mengusulkan agar segera dilaksanakan pengukuran kadastral lahan TNI AL yang berada di Kelurahan Pantai Amal dan Karanganyar.
“Lahan yang telah dikelola oleh masyarakat akan masih bisa digunakan dengan penerbitan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) di atas Surat Hak Pengelolaan (SHPL) TNI AL yang pelaksanaannya berpedoman pada aturan yang berlaku,” kata Zainal beberapa waktu lalu.
Gubernur Zainal Paliwang berharap dengan adanya usulan tersebut, TNI AL dan masyarakat dapat saling memberikan kontribusi terhadap pertahanan negara dan aktivitas ekonomi masyarakat dapat berjalan seperti biasanya.
Penulis: Ade Prasetia
Editor: Yusva Alam