spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

PMI Ilegal Masih Marak, BP3MI Kaltara Akui Terbatas SDM dan Kewenangan

TARAKAN – Masalah Pekerja Migran Indonesia (PMI) ilegal di wilayah perbatasan Kalimantan masih menjadi tantangan serius.

Admin Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Kalimantan Utara (Kaltara), Usman Affan mengungkapkan, bahwa keterbatasan personel dan kewenangan menjadi penghambat utama dalam melakukan pengawasan dan penindakan.

“Kami bukan aparat, kami sipil. Jadi untuk melakukan sweeping tidak mungkin kami lakukan serta merta tanpa didampingi oleh teman-teman dari aparat,” ungkapnya di Tarakan, Jumat (16/5/2025).

Kondisi di lapangan dinilai sangat kompleks. Banyak PMI ilegal yang sebenarnya memiliki dokumen keimigrasian, namun bekerja tanpa perjanjian kerja resmi. Hal ini dimanfaatkan oleh para majikan, untuk menghindari tanggung jawab hukum dan memberikan upah di bawah standar.

“Mereka paling senang dengan PMI yang ilegal, apalagi sekarang ini mereka seperti mau regenerasi lagi. Usia 40 ke atas dideportasi, sedangkan yang usia-usia potensial 30 ke bawah itu yang dicari,” lanjutnya.

Mayoritas PMI ilegal yang bekerja di sektor perkebunan, seperti kelapa sawit, berasal dari wilayah Kalimantan dan Sumatera. Jenis pekerjaan yang mereka lakukan pun bersifat fisik, seperti menyabit rumput, memupuk, hingga mengangkut hasil panen.

BP3MI juga menyoroti pola rekrutmen PMI ilegal yang dilakukan secara informal melalui jaringan di kampung halaman, hingga diatur oleh mandor di Malaysia yang umumnya juga WNI.

“Biasanya yang merekrut itu tetangga atau keluarga. Nanti mandor menunggu di Tawau. Setiap kepala dihargai Rp1,2 juta sampai Rp1,3 juta oleh majikan. Jelas tidak gratis,” terangnya.

Tak sedikit PMI yang dideportasi lebih dari satu kali. Bahkan ada yang sudah enam kali dipulangkan ke Indonesia. Proses penampungan PMI pun dibagi menjadi tiga tahap, mulai dari Direktorat Jenderal Imigrasi Malaysia, shelter Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI), hingga penampungan di Nunukan.

“Kalau overstay, biasanya lima bulan untuk laki-laki dan tiga bulan untuk perempuan. Kalau pidana lain tergantung keputusan mahkamah,” jelasnya.

Dalam proses deportasi, pihaknya juga mewaspadai keberadaan warga negara asing yang menyamar sebagai WNI, khususnya dari Filipina.

“Orang Filipina itu pintar. Satu bulan saja mereka sudah bisa bahasa Bugis,” katanya.

Keterbatasan jumlah personel menjadi kendala utama. Saat ini, BP3MI Kalimantan Utara hanya memiliki empat orang PNS yang bertugas mengawasi wilayah perbatasan sepanjang lebih dari 500 kilometer.

“Belum lagi ada tugas-tugas khusus yang tidak boleh diberikan kepada P3K,” pungkasnya.

Penulis: Ade Prasetia
Editor: Yusva Alam

⚠️ Peringatan Plagiarisme

Dilarang mengutip, menyalin, atau memperbanyak isi berita maupun foto dalam bentuk apa pun tanpa izin tertulis dari Redaksi. Pelanggaran terhadap hak cipta dapat dikenakan sanksi sesuai UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dengan ancaman pidana penjara maksimal 10 tahun dan/atau denda hingga Rp4 miliar.

16.4k Pengikut
Mengikuti

BERITA POPULER