spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Wali Kota Tarakan Soroti Permasalahan Rumah di Kawasan Hutan Lindung

TARAKAN – Permasalahan pertanahan kembali mencuat di Kota Tarakan setelah adanya dugaan ditemukannya rumah yang dibangun di kawasan hutan lindung. Wali Kota Tarakan, Khairul menyoroti banyaknya warga yang bermukim di kawasan hutan lindung maupun ruang terbuka hijau (RTH) yang sejatinya memiliki fungsi ekologis penting bagi kota.

Wali Kota menjelaskan bahwa konflik seringkali muncul akibat ketidaksesuaian antara penetapan kawasan dengan kondisi eksisting permukiman warga. “Harus dilihat siapa yang lebih dulu. Kalau masyarakat sudah lebih dulu bermukim sebelum kawasan itu ditetapkan sebagai hutan lindung, maka pemerintah harus bersikap adil. Kalau perlu, disiapkan mekanisme ganti rugi,” ujarnya, Minggu (8/6/2025).

Dia mencontohkan kasus di kawasan Pantai Amal dan beberapa lokasi lainnya, di mana masyarakat telah lama tinggal bahkan sejak sebelum kemerdekaan, namun kemudian wilayah tersebut ditetapkan sebagai kawasan hutan kota atau lindung. Akibatnya, warga tidak dapat mengakses fasilitas dasar seperti listrik dan air bersih, karena terganjal status lahan.

Namun, dia juga menegaskan bahwa jika kawasan sudah ditetapkan lebih dulu dan warga baru masuk kemudian, maka itu tergolong perambahan dan tidak bisa ditolerir. “Itu beda cerita. Kalau pemerintah sudah menetapkan lebih dulu sebagai kawasan hutan lindung, lalu warga masuk, maka itu pelanggaran,” tegasnya.

Salah satu kasus terbaru yang menjadi perhatian adalah di kawasan RT 21, yang merupakan bagian dari RTH di sekitar perumahan PNS. Ditemukan aktivitas perambahan baru oleh oknum masyarakat, padahal lahan tersebut telah memiliki sertifikat atas nama pemerintah dan memang sengaja tidak dibangun untuk mempertahankan fungsi hijaunya.

Terkait kewenangan pengawasan, dia menjelaskan bahwa untuk kawasan hutan lindung, tanggung jawab berada di pemerintah pusat dan provinsi. Sementara untuk hutan kota dan RTH masih menjadi ranah pemerintah kota. Namun demikian, pihaknya akan tetap memfasilitasi penyelesaian kasus-kasus tersebut dengan pendekatan yang adil dan berbasis data.

“Masyarakat harus diedukasi bahwa lahan kosong belum tentu tidak bertuan. Banyak lahan yang memang sengaja dibiarkan kosong karena fungsinya sebagai ruang terbuka hijau. Kita butuh itu untuk kualitas hidup yang lebih baik,” pungkasnya. (apc/and)

Reporter: Ade Prasetia
Editor: Andhika

⚠️ Peringatan Plagiarisme

Dilarang mengutip, menyalin, atau memperbanyak isi berita maupun foto dalam bentuk apa pun tanpa izin tertulis dari Redaksi. Pelanggaran terhadap hak cipta dapat dikenakan sanksi sesuai UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dengan ancaman pidana penjara maksimal 10 tahun dan/atau denda hingga Rp4 miliar.

16.4k Pengikut
Mengikuti

BERITA POPULER