spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

TPPO di Perairan Kaltara: 15 CPMI Ilegal Gagal Diselundupkan ke Luar Negeri

TARAKAN — Upaya pengiriman Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI) ilegal kembali digagalkan. Tim gabungan dari Badan Keamanan Laut Republik Indonesia (Bakamla RI) dan Satgas TNI berhasil mengamankan 15 CPMI non-prosedural di perairan Nunukan, Kalimantan Utara (Kaltara).

Direktur Operasi Laut Deputi Operasi dan Latihan Bakamla RI, Laksamana Pertama TNI Octavianus Budi Susanto mengungkapkan, bahwa penggagalan terjadi pada 15 Mei 2025 sekitar pukul 04.30 WITA. Saat itu, tim gabungan memeriksa KM Bukit Siguntang yang tengah berlayar dari Tarakan menuju Nunukan.

Hasil pemeriksaan mengungkap keberadaan 15 CPMI ilegal yang terdiri dari 10 laki-laki dan 5 perempuan. Mereka diduga akan diberangkatkan ke luar negeri tanpa prosedur resmi.

Delapan orang lainnya sempat melarikan diri saat operasi berlangsung. Namun, identitas mereka berhasil diketahui melalui dokumen dan KTP yang tertinggal di kapal.

Pada pukul 05.20 WITA, seluruh CPMI yang diamankan langsung dibawa ke Balai Pelayanan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Kalimantan Utara untuk proses verifikasi dan pendataan.

Operasi ini merupakan langkah tegas pemerintah dalam memberantas tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dan melindungi warga negara dari pengiriman tenaga kerja ilegal. Tim gabungan telah melakukan pengawasan tertutup sejak 14 Mei 2025 pukul 18.00 WITA.

“Saat ini kita melakukan operasi gabungan di mulai pada Mei ini selama satu tahun ini,” ujarnya dalam konferensi pers di Stasiun Bakamla Tarakan, Jumat (16/5/2025).

Proses hukum terhadap pihak-pihak yang terlibat terus berlanjut. Sementara itu, korban CPMI akan mendapat pendampingan sesuai prosedur yang berlaku.

Sementara itu, Admin BP3MI Kaltara, Usman Affan, menyatakan bahwa Nunukan kerap dijadikan jalur transit CPMI ilegal menuju Malaysia.

“Kalimantan Utara bukan kantong pekerja migran tapi pelintasan,” katanya.

PMI ilegal biasanya hanya memiliki dokumen parsial, seperti paspor, tanpa perjanjian kerja resmi. Hal ini sering dimanfaatkan oleh pihak majikan, termasuk ketidaksesuaian upah yang menjadi masalah serius.

Menurut Usman, sebagian PMI ilegal bahkan telah mengalami deportasi berulang, hingga enam kali. Perekrutan sering dimulai dari orang dekat seperti keluarga atau tetangga, lalu disalurkan ke mandor di Tawau, Malaysia—umumnya WNI yang dipercaya majikan Malaysia. Setiap PMI dihargai sekitar Rp1,2 juta hingga Rp1,3 juta per orang oleh pihak majikan. Mayoritas PMI ilegal bekerja di sektor perkebunan sawit.

“95 persen perkebunan, ada yang pemeliharaan tanaman sawit, ada juga pupuk, ada yang panen,”ungkapnya.

Penulis: Ade Prasetia
Editor: Yusva Alam

⚠️ Peringatan Plagiarisme

Dilarang mengutip, menyalin, atau memperbanyak isi berita maupun foto dalam bentuk apa pun tanpa izin tertulis dari Redaksi. Pelanggaran terhadap hak cipta dapat dikenakan sanksi sesuai UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dengan ancaman pidana penjara maksimal 10 tahun dan/atau denda hingga Rp4 miliar.

16.4k Pengikut
Mengikuti

BERITA POPULER