TANJUNG SELOR – Dalam upaya memperluas cakrawala pemahaman dan membangun sinergi lintas sektor, Inaya Kayan Indonesia, sebuah organisasi yang berdedikasi pada penguatan kapasitas perempuan dan keadilan ekologis di Kalimantan, menggelar diskusi kolaboratif bersama Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Bulungan.
Diskusi yang dihelat secara daring pada Jumat (23/5/2025) mengusung tema relevan, “Membingkai Perempuan dan Alam: Perspektif Media di Kaltara”
Diskusi pun menjadi titik temu yang kaya antara jurnalis, pegiat komunitas, dan penggerak isu perempuan. Mereka saling berbagi pengalaman, tantangan, dan refleksi dari perspektif masing-masing.
Ajang dialog terbuka ini, atau yang lebih akrab disebut sharing session, merupakan ruang penting untuk menggali lebih dalam bagaimana narasi media selama ini merefleksikan isu-isu seputar perempuan dan lingkungan Kaltara.
Ketua PWI Bulungan, Fathu Rizqil Mufid menegaskan komitmen PWI mengawal isu perempuan dan lingkungan dalam bingkai media. Ia menekankan pentingnya tetap mengacu pada kode etik jurnalistik, sembari mengakui bahwa isu-isu semacam ini masih minim terakomodasi dalam kebijakan pelaku media.
Fathu bilang, perlu edukasi bersama agar perspektif media dan pegiat isu perempuan dapat sejalan. Hal ini penting agar pemberitaan tidak hanya terpaku pada kasus kekerasan terhadap perempuan, melainkan juga menyoroti langkah-langkah nyata dalam edukasi dan pemberdayaan.
“ Tagline kami adalah integritas dan berdaya saing. Kami siap mendukung gerakan teman-teman perempuan, kita bisa sinergikan ini,” ujarnya.
Anti, seorang penggerak isu perempuan dan lingkungan dari Inaya Kayan, menekankan peran fundamental media dalam membentuk opini publik.
“Kami percaya, media memiliki peran krusial membentuk pemahaman publik, sekaligus menjadi mitra strategis memperjuangkan keadilan sosial dan ekologis,” ujarnya.
Anti memaparkan hasil studi mendalam yang telah dilakukan di Desa Long Pelban, Kecamatan Peso, Kabupaten Bulungan, bersama Kelompok Perempuan Adat Uma Kulit.
Studi yang menggunakan metode Feminis Partisipatori Action Riset (FPAR) ini telah diinterpretasikan menjadi karya seni oleh seniman muda Kalimantan, dan kini menjadi bagian dari pameran digital “Perempuan, Seni dan Lingkungan” yang digagas oleh Inaya Kayan Indonesia.
“Studi ini menjadi titik awal suara akar rumput, khususnya kelompok perempuan Uma Kulit, yang ada di Desa Long Pelban,” ujarnya.
Melalui riset partisipatoris ini, perempuan diberi ruang bersuara dan menyampaikan pendapat serta pengetahuannya tentang kampung dan ruang hidupnya, termasuk proyeksi dampak jika kampung mereka kelak tenggelam akibat pembangunan PLTA Kayan.
Seperti diketahui, rencana pembangunan PLTA Kayan akan melibatkan lima bendungan berkapasitas 9000 MW, yang berpotensi menenggelamkan dua desa di Peso, yaitu Long Pelban dan Long Lejuh, yang keduanya harus direlokasi.
Sesi diskusi ditutup pertukaran pengalaman berharga dan rencana konkret mengawal isu perempuan. Kolaborasi ini pun diyakini menciptakan ekosistem media yang lebih peka, inklusif dan berkeadilan bagi perempuan dan lingkungan. (tin/and)
Reporter: Martinus
Editor: Andhika