spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Penetapan UMP Kaltara Dinilai Tidak Adil

TANJUNG SELOR – Pembahasan soal Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2024 telah ditetapkan oleh pemerintah Provinsi Kaltara, pembahasan itu dengan melibatkan dewan pengubah, mulai dari serikat buruh, Disnakertrans dan Apindo.

Pembahasan soal penetapan UMP cukup alot, lantaran serikat buruh meminta penawaran diangka maksimal. Sedangkan, dari pihak Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menawarkan diangka standar.

“Hasil kesepakatan, ditetapkan adanya kenaikan sekitar 0,23 persen, jika dikalkulasikan dengan rupiah dapatnya Rp 109.951,” ujar Kepala Disnakertrans Kaltara, Haerumuddin, saat dikonfirmasi wartawan, Rabu (22/11/2023).

Untuk diketahui, UMP Kaltara tahun 2023 sebesar Rp 3.251.702. Mengalami kenaikan di tahun 2024 sebesar Rp 109.951. Sehingga UMP Kaltara tahun 2024, sebesar Rp 3.361.653.

Penetapan UMP tersebut, telah disepakati berdasarkan Keputusan Gubernur Kaltara Nomor 188.44/K.568/2023 tentang Upah Minimum Provinsi Kalimantan Utara tahun 2024.

Dalam keputusan itu, dijelaskan bahwa penetapan UMP Kaltara dihitung dengan menggunakan formula perhitungan upah minimum, dengan mempertimbangkan variabel pertumbuhan ekonomi, inflasi dan Indeks tertentu sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Terhadap perusahaan yang telah memberikan upah lebih tinggi, dari UMP Kaltara, dilarang mengurangi atau diturunkan dari  upah yang dimaksud. Keputusan ini, mulai berlaku sejak 1 Januari 2024. “Keputusan itu ditetapkan oleh Gubernur Kaltara, per tanggal 21 November 2023,” ucapnya.

Landasan regulasi dari keputusan tersebut, berupa peraturan pemerintah Nomor 35  tahun 2021 tentang perjanjian kerja waktu tertentu, peraturan pemerintah Nomor 36 tahun 2021 tentang pengupahan,serta aturan terkait lainnya.

Sementara itu, Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Bulungan, Agustinus saat dikonfirmasi menjelaskan penetapan UMP tersebut dinilai sangat tidak adil untuk para pekerja.

Meskipun, dia sadari penetapan UMP tersebut diberlakukan secara Nasional. Tapi, memang upah buruh itu masih dipandang tidak sesuai dengan kebutuhan dasar. “Penetapan upah tersebut kami melihatnya tidak adil, terutama di Bulungan. Tidak memenuhi Kebutuhan Hidup Layak (KHL),” tukasnya.

Kenaikan itu, mestinya patokan disesuaikan masing-masing daerah, jadi perhitungannya jangan secara nasional. “Harapan kita kenaikan UMP acuanya bukan secara Nasional. Tapi, normalisasi setiap daerah, nah ini masalahnya ketika oligarki telah mengikat kekuasan, jadi susah,” bebernya.

Dia katakan, aturan yang diterapkan kadang tidak sesuai dengan implementasi di lapangan. Kebutuhan dasar, itu tidak sesuai dengan penghasilan atau pendapatan. “Jadi kesannya, kelas buruh itu hanya disediakan pendapatan untuk makan. Harapan dari pekerja, bubarkan saja dewan pengupahan itu,” tegas Agustinus. (tin/and)

Editor: Andhika

16.4k Pengikut
Mengikuti

BERITA POPULER