TARAKAN – Pakar hukum sekaligus Dekan Fakultas Hukum Universitas Borneo Tarakan, Prof Yahya Ahmad Zein menilai putusan Mahkamah Kontitusi (MK) yang mengabulkan gugatan tujuh kepala daerah bersifat final dan mengikat.
Yahya menilai keputusan MK, bersifat final. Artinya mengikat dan bisa dilaksanakan secara langsung. Dalam konteks kasus gugatan pasal 201, kata dia, yang diuji adalah wali kota atau gubernur yang terpilih 2018 dan dilantik 2019.
“Putusan MK-nya ini bersyarat. Artinya apa, untuk mereka yang dilantik 2019 tetapi 2018 terpilih, dia digenapkan lima tahun dengan catatan sebulan sebelum pemilihan. Artinya saya kira walikota yang dilantik 2019 maka dia akan menghabiskan masa jabatannya selama lima tahun,” ucapnya di Tarakan, Jumat (22/12/2023).
Dilanjutkanya, jika dilantik Maret 2019 maka seharusnya jabatan kepala daerah juga berakhir Maret 2024 mendatang. Menurutnya, MK menafsirkan bahwa tidak boleh ada orang yang masa jabatannya dipotong. Karena melihat ketentuan UU dalam pasal 201, seluruhnya, walaupun dilantik 2019, berakhirnya semua di Desember 2023.
“Artinya ada jeda jabatan dipotong. Yang memotong adalah UU. Dengan adanya putusan MK, dengan diterimanya secara bersyarat uji ke MK ini, artinya MK sudah menafsirkan bahwa UU itu tanda kutip keliru, dan harus seseorang yang batas maksimal 5 tahun jabatan walikota dan gubernur yang dilantik 2019, maka dia harus habiskan masa jabatan 5 tahun,” ucapnya.
Menurutnya, putusan MK tidak bisa diganggu gugat karena sifatnya mengikat dan tidak ada lagi upaya hukum bisa dilakukan karena sifatnya final dan harus dilaksanakan.
“Bukan direvisi. Putusan itu secara otomatis membatalkan UU itu secara bersyarat seperti yang saya sampaikan. Dari uji-uji sebelumnya, ini hal baru. Kenapa, karena ini ada tafsir baru terkait pasal 201. Sebenarnya bukan menambah sekali lagi, kalau kita baca esensinya. Dia bukan menambah masa jabatan tapi meletakkan pada porsinya lima tahun. Karena dalam UU dia memotong, sehingga ini dari sisi tafsir hal baru, MK berhak punya wewenang menafsirkan UU,” ujarnya.
Pada intinya, UU tersebut menyebutkan dipotong masa jabatannya dengan alasan pemilu dilakukan serentak, namun muncul tafsir baru dari MK bahwa kepala daerah berakhir masa jabatannya sesuai dengan masa jabatan berlaku lima tahun. “Sekali lagi putusan MK bukan menambah, tapi meletakkan pada porsi lima tahunnya,” jelasnya.
Diberitakan sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan tujuh kepala daerah, di antaranya Wali Kota Tarakan Khairul, terkait masa jabatan yang terpotong. (apc/and)
Reporter: Ade Prasetia
Editor: Andhika