spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Mediasi Berlangsung Selama 7 Jam, Belum Bersepakat Damai

TARAKAN – Universitas Borneo Tarakan (UBT) melakukan mediasi buntut terjadinya perkelahian yang melibatkan mahasiswanya, Kamis (7/12/2023). Mediasi yang berlangsung sejak pukul 10.00 hingga 16.00 Wita di Gedung Rektorat UBT ini, belum juga menemui kesepakatan berdamai.

Wakil Rektor UBT Bidang Kemahasiswaan, Perencanaan dan Kerjasama, Muhammad Djaya Bakri menjelaskan, mediasi mengundang para orang tua yang terlibat dalam tawuran. Mediasi dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada orang tua baik terlapor maupun pelapor untuk menyampaikan keluh kesahnya sekaligus mencari kesepakatan berdamai.

Djaya menjelaskan kasus yang dimediasi berasal dari enam Laporan Polisi (LP). Dua LP merupakan  peristiwa tawuran pada 1 November 2023. Sementara empat LP berasal dari peristiwa tawuran pada 30 November 2023.

“Enam LP ini seyogyanya bersama-sama menyatakan berdamai dalam kerangka restorice justice. Tapi jika enam LP ini tidak menarik laporanya maka tidak bisa dilaksanakan restorative justice,” ucapnya saat diwawancarai usai berlangsungnya mediasi.

Sayangnya dua LP  yang terjadi pada 1 November 2023 berhalangan hadir sehingga kesepakatan berdamai belum disepakati. “Untuk hari ini, empat  LP sudah tuntas dan bersedia menarik laporan. Dua LP  yang menyebabkan  tiga orang ditahan masih menunggu, semoga ada titik temu untuk menyatakan saling damai,” harapnya.

Adapun mereka yang  belum bisa hadir dikarenakan masih menunggu orang tuanya yang sedang tidak berada di Tarakan. “Tadi satunya itu masih menunggu orang tua dari Malinau, insya Allah besok datang dan akan dilanjutkan mediasi,” ungkapnya.

Dia berharap agar tawuran seperti ini dapat terselesaikan secara damai. Selain itu, berharap agar kejadian seperti ini tidak lagi terulang sebab menganggu kegiatan kampus baik itu dalam pembelajaran maupun ekstrakulikuler. “Kita optimis dulu lah masalah ini bisa selesai secara damai,” ucapnya.

Dalam kasus seperti ini, lanjutnya, pihak kampus lebih mengutamakan sanksi yang bersifat edukatif. Seperti menjadi relawan di fakultas masing-masing. “Nanti dia bisa jadi pembantu di laboratorium atau di perpustakaan menjadi pelayan tertentu,” kata dia.

“Untuk sanksi akademik akan diberikan jika mahasiswa berkekuatan hukum inkra. Nanti itu diikuti dengan sendirinya, kalau dia statusnya terpidana nanti,” lanjutnya.

Saat disinggung terkait UBT yang tidak tegas terhadap mahasiswa, dia menjelaskan bahwa sebagai lembaga pendidikan efek jera yang diberikannya bersifat pembinaan.

“Seperti menjadi pembantu di fakultas, ada juga mata kuliah dikurangi. Aturan itu sebenarnya sudah adil. Karena kita lembaga pendidikan hukumnya juga mengarah pendidikan untuk penyadaran,” pungkasnya. (apc/and)

Reporter: Ade Prasetia
Editor: Andhika

16.4k Pengikut
Mengikuti

BERITA POPULER