MALINAU – Hampir separuh wilayah di Kabupaten Malinau tergenang banjir, bahkan beberapa rumah warga hanya tersisa atap. Akibatnya, aliran listrik di padamkan untuk mengantisipasi adanya peristiwa yang tidak diinginkan.
Kepala Stasiun Meteorolgi Juwata Tarakan, Muhammad Sulam Khilmi mengatakan, berdasarkan pantauan radar cuaca awan konvektif mulai terbentuk pada 21 September 2023 sekitar pukul 17.00 WITA. Atau pukul 09.00 Waktu Universal Terkoordinasi atau UTC di sebelah barat, tepatnya berada di wilayah Kecamatan Krayan, Krayan Selatan, Mentarang dan Mentarang Hulu.
“Dengan reflektifitas tertinggi mencapai 55 dBz. Sekarang ini, awan konvektif terus tumbuh dan bergerak meluas ke arah timur menuju Kecamatan Malinau Utara, Malinau Barat,Malinau Kota hingga wilayah sekitarnya,” ujar dia, kepada wartawan Jumat (22/9/2023).
Selanjutnya, pada 21 September pukul 21.00 WITA (13.00 UTC), awan konvektif mulai meluruh di wilayah tersebut. Fenomena ini terjadi hingga pukul 03.00 WITA (19.00 UTC) tanggal 22 September 2023. Kemudian, awan rendah dan menengah masih terpantau di wilayah tersebut hingga pukul 22.00 UTC.
Sesuai prakiraan cuaca di wilayah Kaltara, kata dia selama periode 22 September hingga 24 September 2023, masih terdapat potensi hujan dengan intensitas sedang hingga lebat. Hal itu, sambung dia hujan dapat disertai petir dan angin kencang.
“Masyarakat yang tinggal di wilayah rawan bencana, diharapkan selalu waspada dan update selalu informasi terkini dari BMKG untuk selanjutnya dapat melaksanakan mitigasi bencana sedini mungkin,” tegasnya.
Berdasarkan gambar yang tersebar luas melalui media sosial, hampir separuh wilayah di Kabupaten Malinau tergenang banjir. Beberapa rumah warga, fasilitas pemerintah hingga sekolah ikut terendam banjir.
Akibatnya, aliran listrik di padamkan untuk mengantisipasi terjadinya sesuatu hal yang tidak diinginkan. Masyarakat secara swadaya ikut membantu satu dengan yang lain, memindahkan barang berharga yang sempat diselamatkan.
Ketua DPC PA GMNI Malinau, Fherly H. Moyo ikut perihatin atas musibah yang dia nilai terbesar kedua sepanjang sejarah, setelah tahun 1989 di Malinau.
“Banjir di Malinau ini, bisa dibilang terbesar kedua setelah tahun 1989. Bahkan, sepanjang sejarah belum pernah Jalan Panembahan, Malinau Kota ini tergenang banjir,” ujar Fherly, kepada wartawan.
Pria yang berprofesi sebagai lawyer ini, juga meminta kepada masyarakat Malinau khususnya warga yang terdampak untuk tetap mengedepankan keselamatan, dan kesehatan. Selain itu, dampak dari Banjir ini, sambung dia kebutuhan masyarakat akan air bersih jadi terhambat.
“Saya mengimbau kepada masyarakat yang terdampak, dalam hal evakuasi tetap kedepankan keselamatan, tetap waspada terhadap aliran listrik, binatang buas dan dokumen berharga lainnya,” jelasnya.
Selain itu, dia meminta perlu adanya dorongan dan bantuan dari pemerintah dan pihak swasta bagi mereka yang terdampak banjir. Baik itu, hal evakuasi maupun kebutuhan sandang, papan dan pangan. “Kita juga minta ada perhatian lebih dari pemerintah usai banjir,” tandasnya. (tin/and)
Reporter: Martinus Nampur
Editor:Â Andhika