TARAKAN – Ancaman kebakaran hutan dan lahan (karhutla) masih menghantui Kota Tarakan. Hingga Mei 2025, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) mencatat sedikitnya 6 kejadian karhutla yang menghanguskan 4.932 meter persegi lahan di sejumlah titik rawan.
Kepala BPBD Tarakan, Yonsep, menyampaikan bahwa lokasi kebakaran tersebar di kawasan Karang Anyar (Inhutani), Karang Anyar Pasir Putih, Binalatung, Kampung Satu, dan Juata Permai.
“Sebagian besar yang terbakar merupakan semak belukar dan lahan kosong, namun ada juga yang berada di kawasan hutan lindung,” ungkapnya, Senin (30/6/2025).
Yonsep menambahkan, kebakaran ini disebabkan oleh aktivitas manusia, baik secara sengaja maupun kelalaian. “Ada yang memang sengaja membuka lahan dengan cara dibakar, ada juga yang akibat buang puntung rokok sembarangan atau pembakaran sampah yang tidak diawasi,” jelasnya.
Dia menegaskan, kondisi cuaca panas dan angin kencang turut mempercepat penyebaran api.
Lebih lanjut, dijelaskannya bahwa karakteristik tanah Tarakan yang kering dan berpasir, membuat pemulihan vegetasi pasca kebakaran berlangsung sangat lambat. Dampaknya tidak hanya merusak ekosistem, tetapi juga meningkatkan risiko bencana lanjutan. “Saat hujan datang, lahan gundul tidak bisa menyerap air. Akibatnya terjadi pengikisan tanah, dan ini yang memicu longsor dan banjir,” paparnya.
Kebakaran juga memperparah kerusakan di hulu sungai, yang menyebabkan air hujan langsung mengalir deras ke wilayah pemukiman. Selain menyebabkan bencana turunan, karhutla juga meningkatkan risiko gangguan pernapasan bagi warga di sekitar lokasi.
Sebagai langkah antisipasi, BPBD bersama Dinas Kehutanan berencana melakukan rehabilitasi lahan dengan penanaman bambu di wilayah rawan, serta menggalakkan peran masyarakat melalui kelurahan dan program KKN mahasiswa. Selain itu, edukasi soal bahaya pembakaran sembarangan terus digencarkan.
“Kami tidak bisa bekerja sendiri. Perlu kesadaran masyarakat untuk tidak membuka lahan dengan membakar. Apalagi Tarakan ini kota pulau dengan lahan terbatas dan penduduk padat. Sekali terbakar, dampaknya terasa ke semua lini,” tutupnya.
Penulis: Ade Prasetia
Editor: Yusva Alam