TANA TIDUNG – Pemerintah Kabupaten Tana Tidung, hingga memasuki usianya ke-16 tahun, terus berbenah menata daerah ditengah persoalan mendasar yang dialami.
Pasalnya, dari keseluruhan wilayah KTT, hampir sekitar 60 persen lahan yang ada saat ini dikuasai oleh perusahaan. Sisanya merupakan milik masyarakat dan pemerintah daerah.
Beberapa perusahaan yang beroperasi di KTT, hampir bergerak pada semua sektor industri, seperti perkebunan sawit, perusahaan kayu, minyak, gas serta sektor potensial lainnya.
Mengenai beberapa bangunan pemerintah daerah yang telah berdiri kokoh diatas lahan konsensi milik PT Inhutani, hingga hari ini pemerintah daerah telah mendapatkan solusi kongkrit.
Bupati KTT, Ibrahim Ali mengatakan, pemerintah tidak menyulutkan semangat sedikitpun atas persoalan itu. Dia bersama masyarakat dan stakeholder terkait terus berupaya, supaya status pemilikan lahan tersebut kembali sepenuhnya menjadi milik Negara untuk kepentingan masyarakat KTT.
Adapun beberapa bangunan yang telah berdiri diatas lahan milik PT Inhutani, antara lain, Ruang Terbuka Hijau (RTH) Joesoef Abdulah, Pasar Imbayuk Taka, Kantor KPU dan BPBD, RSUD dr Akhmad Berahim, Pendopo Djafarudin, Kantor DPRD, termasuk bangunan sekolah SMAN Terpadu Unggulan Satu, serta pemukiman masyarakat yang berderetan dengan pasar Imbayuk Taka.
“Kalau berbicara itu, Alhamdulillah dengan membangun komunikasi yang baik, lahan PT Inhutani kita sudah mendapatkan titik terang,” ujarnya, Minggu (20/8/2023).
Dirinya menambahkan, pada tahun 2022 dirinya bersama pejabat terkait dari KTT, termasuk tokoh masyarakat telah difasilitasi oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erik Tohir, melalui Sekretaris Menteri. Dalam pertemuan di Jakarta, turut diundang Komisaris PT Inhutani, yang dihadiri oleh Direkturnya, Bapak Oman.
“Kami menyampaikan, titik permasalahan pemkab Tana Tidung saat ini, telah membangun beberapa infrastruktur diatas lahan Hak Guna Bangunan (HGB) milik PT Inhutani dengan luas 56 hektare (ha), perjanjiannya dengan sistem sewa. Itu telah dijalankan beberapa tahun lalu sejak KTT dimekarkan menjadi Kabupaten sendiri,” katanya.
Belakangan, pemerintah daerah merasa kesulitan membayar sewa lahan tersebut dengan postur APBD yang tergolong turun bebas dibandingkan tahun sebelumnya. Kata Ibrahim, persoalan ini menjadi Pekerjaan Rumah (PR) baginya selaku kepala daerah.
“Selama ini saya telah membuat terobosan dengan membangun komunikasi dengan Menteri BUMN. Alhamdulillah, difasilitasi sehingga mendapatkan titik terang, yang dari awalnya tawaran PT Inhutani kepada pemerintah daerah sekitar Rp 56 miliar, akhirnya kita minta pembayaran sewa itu turun menjadi Rp 10 miliar, yang berlaku pada tahun 2024 akan datang,”jelasnya dengan antusias.
“InsyaAllah,itu akan menjadi tambahan aset pemerintah daerah, selain aset yang ada saat ini dengan jumlah 4,42 hektare di Pusat Pemerintahan (Puspem),” pungkasnya. (tin/and)
Reporter: Martinus Nampur
Editor:Â Andhika