TARAKAN – Pimpinan Cabang Perum Bulog Tarakan, Sri Budi Prasetyo buka suara terkait naiknya harga beras penugasan Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP).
Diketahui, mulai 1 Mei 2024 lalu, beras SPHP mengalami kenaikan Harga Eceran Tertinggi (HET), dari yang sebelumnya Rp 11.500 per kilogram naik menjadi Rp 13.100 per kilogram.
Sri menerangkan, kenaikan ini dilatarbelakangi adanya relaksasi atau penyesuaian harga melalui surat Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Nomor 134 Tahun 2024 yang diturunkan pada 24 April 2024.
Relaksasi berlaku untuk harga beras medium dan premium di tingkat konsumen dan berlaku sampai 31 Mei.
Hal inilah yang menyebabkan beras SPHP mengalami kenaikan.
“Sebelumnya kan harga awal di gudang kami sebesar Rp10.250Â naik menjadi Rp11.300. Jadi ada kenaikan sebesar Rp 1.050. Kemudian untuk HET juga mengalami kenaikan. Dari HET Rp11.500 di awal sebelum relaksasi, menjadi Rp13.100 per kg. Untuk HET kenaikan di kisaran Rp1.600 per kg. Jadi memang kenaikan SPHP ini penyesuaian adanya kebijakan relaksasi harga beras di tingkat konsumen,” ucap Sri di Tarakan, Selasa (21/5/2024).
Kebijakan ini berlaku mulai dari 1 sampai dengan 31 Mei 2024. Selanjutnya, pihaknya masih menunggu kebijakan dari pemerintah apakah harga tetap sama, mengalami kenaikan, atau justru semakin mahal.
“Kalau memang ada relaksasi biasa ada perpanjangan. Untuk SPHP sendiri, masih berlaku sesuai tanggal ditetapkan sampai waktu belum ditentukan,” jelasnya.
Menurutnya, penyesuaian harga ini dilakukan pemerintah dipicu karena beberapa hal. Pertama, melihat dari sisi produsen petani. Saat musim panen, petani kurang karena biaya produksi petani meningkat.
Hal ini terjadi semenjak subsidi pupuk dikurangi sehingga pengeluaran petani lebih tinggi.
“Dengan adanya relaksasi ini, petani lebih diuntungkan karena pasti memperoleh hasil panen yang lebih tinggi,” jelasnya.
Kedua, dari sisi penggilingan, mereka lebih mudah berjualan ke retail modern. Karena retail modern memiliki batasan HET. Selama ini diakuinya, di sisi penggilingan, operasional cukup tinggi sehingga ada kenaikan tarif dasar listrik dan bahan bakar.
“Artinya biaya produksi tinggi. Jadi sempat kemarin beras kosong di retail karena posisi biaya produksi tinggi, HET masih di bawah dari harganya. Jadi penggilingan takut jual ke retail modern. Karena kalau jual di atas HET, tentunya akan melanggar dan akan ditindak. Hal itu jadi kebijakan pemerintah menetapkan relaksasi harga,” jelasnya.
Pewarta: Ade Prasetia
Editor: Yusva Alam