TARAKAN – Sebanyak tujuh korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) anak di bawah umur hasil dari proses pelimpahan Polres Tarakan ditangani Dinas Sosial (Dinsos). Mereka melakukan praktek prostitusi lantaran desakan ekonomi dimana korban merasa tidak dipenuhi kebutuhannya oleh orang tua.
Pekerja Sosial Pertama Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat Kota Tarakan, Alghi Fari Smith mengungkapkan, proses pelimpahan proses yang dilimpahkan Polres tidak ada unsur paksaan dari pihak mana pun. Setelah dilakukan penelusuruan cara dan tujuan praktek prostitusi tersebut. “Tidak ada point (paksaan dan tekanan) itu tapi mereka melakukan dengan cara sukarela,” ujarnya, belum lama ini.
Dari ketujuh korban, lima di antaranya masih duduk dibangku sekolah. Sementara sisanya merupakan anak yang putus sekolah. Dikatakan untuk korban yang putus sekolah akan diberikan pendampingan dan penguatan agar mau melanjutkan sekolah paket. Sedangkan untuk yang masih bersekolah akan diberikan konseling dan beberapa informasi advokasi agar tidak dikeluarkan dari sekolah.
Pihaknya juga akan berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan (Disdik) agar pihak sekolah dapat memberikan pengarahan dan pemantauan oleh Guru Bimbingan Konseling (BK) maupun pihak sekolah lainnya kepada yang bersangkutan agat tidak kembali lagi mengulang hal tersebut.
“Karena mereka berinteraksi dengan para pelanggan sex om-om hidung belang, maka kita hubungkan mereka dengan Dinas Kesehatan (Dinkes) karena disitu (Dinkes) ada program pengecekan penyakit sex menular. Apakah HIV atau Aids itu nanti akan kita tunggu hasilnya,” ungkapnya.
Menurutnya kasus seperti ini cukup banyak terjadi di Tarakan. Kasus praktek prostitusi banyak diluaran sana akan tetapi hanya sedikit yang terkuak dan diproses. Dia mengumpamakan layaknya gunung es yang hanya terlihat kecil dipermukaan namun sangat besar didasar. Oleh sebab itu, diperlukan kerjasama antar stakeholder terkait untuk menuntaskan kasus seperti ini hingga ke akar agar tidak menjadi bom waktu yang bisa meledak kapan saja.
Dia pun sempat menanyakan kepada para korban yang duduk di bangku SMP apakah korban memiliki teman sekolah yang melakukan praktek prostitusi namun, ia memberikan jawab tidak. Berbeda dengan korban yang ada di SMP, korban yang berstatus siswi SMA menjawab ia memiliki satu teman yang melakukan hal yang sama. “Artinya untuk pemberantasan TPPO khususnya anak dibutuhkan kerja sama yang baik dalam bentuk stakeholder,” tegasnya.
“Dengan adanya tim terpadu akan mengumpulkan stakeholder terkait karena tema kita hari ini bukan hanya tentang TPPO dengan dikumpulkan stakeholder kita bisa menentukan tupoksi masing-masing. Dengan adanya tim terpadu dengan SOP yang kita buat akan mempercepat penanganan,” pungkasnya. (apc/and)
Reporter: Ade Prasetia
Editor:Â Andhika