TARAKAN – Sejumlah hal masih menjadi kendala dalam memberantas produk-produk Tanpa Izin Edar (TIE) di Kalimantan Utara (Kaltara). Salah satunya, permintaan masyarakat yang masih tinggi.
Hal itu disampaikan Kepala Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Tarakan, Herianto Baan, saat menggelar pers rilis bersama awak media di Kantor BPOM, Jumat (27/12/2024).
“Kendala yang dihadapi adalah, untuk mengubah paradigma masyarakat untuk tidak membeli produk ini masih kurang,” ungkap Kepala BPOM Tarakan, Herianto Baan, Jumat (27/12/2024).
Tingginya permintaan, kata dia, juga dibuktikkan dengan masih banyak masyarakat yang menjadikan produk TIE sebagai oleh-oleh seperti Milo dan Apollo.
Menurutnya, salah satu cara untuk meminimalisir peredaran produk TIE adalah dengan menurunkan permintaan. Oleh karena itu, dia mengajak masyarakat untuk membeli produk-produk lokal yang sudah terjamin kualitas dan izin edarnya.
Dia mengungkap berdasarkan data BPOM Tarakan, temuan produk TIE di Kaltara mengalami peningkatan. Pada 2023, ditemukan sebanyak 4049 pieces, kemudian meningkat di 2024 menjadi 7166.
“Jadi yang tanpa izin edar rata-rata itu Milo Apollo dan lain sebagainya,” kata Hariyanto.
Dalam proses penyidikan terhadap perkara produk TIE, pihaknya melakukan koordinasi lintas sektor. Dimana dalam proses penyidikan ada 3 hal yang harus dipenuhi. “Pertama azas keadilan, azas manfaat, kemudian azas hukumnya,” katanya.
Kata dia, dalam proses penindakan tidak boleh dilakukan secara sembarangan dan harus berlandaskan pada aturan. Serta harus mengedepankan kepentingan masyarakat.
“Karena kita tidak boleh langsung tabrak sana-sini tanpa memperhatikan dinamika yang terjadi di masyarakat. Bukan berarti ciut dengan ini, tetapi kita juga harus tegak lurus dengan kepentingan masyarakat. Apakah produk kita juga sudah hadir di perbatasan,” ucapnya.
Penulis: Ade Prasetia
Editor: Yusva Alam