TANJUNG REDEB – Kabupaten Berau kembali mendapat ajakan untuk bergabung ke Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara).
Menanggapi persoalan tersebut, Ketua DPRD Berau, Madri Pani menegaskan bahwa keputusan tertinggi ada di tangan masyarakat.
“Saya tidak bisa memberi jawab setuju atau tidak. Biarkan masyarakat yang menilai mengenai mau atau tidaknya bergabung,” ungkapnya.
Menurutnya, kepala daerah harus membuat forum komunikasi yang melibatkan tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda, tokoh kesultanan dan Forkopimda.
“Tujuannya membahas ajakan tersebut, supaya ada kejelasan Berau mau bergabung atau tidak,” jelasnya.
Usulan tersebut disampaikan Madri bukan tanpa sebab. Pasalnya, Bumi Batiwakkal memiliki dua kesultanan, yakni Gunung Tabur dan Sambaliung, serta berbagai suku dan agama yang semuanya memiliki hak didengar pendapatnya.
“Saat ini hanya Bupati saja yang menjawab, kita belum ada membuat forum atau wadah untuk mendengar bagaimana tanggapan masyarakat,” tuturnya.
Politikus Nasional Demokrat (NasDem) ini menyebut, untuk bergabung ke Kaltara diperlukan kajian untung dan rugi.
“Itu yang harus dilakukan, supaya jelas apa keuntungannya jika bergabung dan apa kerugiannya jika kita melepaskan diri dari Kaltim,” paparnya.
Selama ini hal tersebut belum pernah dilakukan. Padahal ajakan bergabung tersebut sudah ada sejak 10 tahun lalu. “Sebelum mereka (Kaltara,red) membuat provinsi, bukannya Berau sudah diajak bergabung,” bebernya.
Mantan Kepala Kampung Gurimbang ini menambahkan, untuk jarak memang Berau diuntungkan hanya berkisar 3 jam jika ingin ke Kaltara. Namun jarak bukan jaminan apakah jika bergabung Berau akan maju. Ia menambahkan, keputusan bulat ada di tangan masyarakat Berau.
“Sederhana saja, pemerintah memimpin paling lama 10 tahun. Tapi masyarakat bisa puluhan tahun. Makanya saya bilang. Serahkan semua kepada masyarakat. Karena mereka yang merasakan manfaatnya,” bebernya.
Pria yang juga menjabat Pembina Apdesi Berau ini mengaku, dirinya tidak ada hak menentukan Berau harus atau tidak harus bergabung dengan Kaltara. Ia kembali menegaskan, mengikuti apa yang menjadi kemauan masyarakat Berau. “Bukan tidak punya pendirian. Tapi hukum terkuat adalah suara rakyat,” pungkasnya. (adv/and)