TARAKAN – Presiden Indonesia, Prabowo Subianto telah menetapkan anggaran Makan Bergizi Gratis (MBG)sebesar Rp 10 ribu per porsi. Besaran itu mengalami pengurangan dari yang sebelumnya Rp 15 ribu.
Menanggapi hal itu, Akademisi UBT sekaligus Pengamat Ekonomi, Margiyono menilai program tersebut terkesan dipaksakan. Menurutnya, turunnya besaran anggaran MBG dianggapnya belum matangnya persiapan baik dari tahapan maupun finansial.
“Memang MBG ini saya lihat merupakan kebijakan yang lebih bersifat populis bukan strategis jangka panjang. kenapa saya menilai demikian, saya belum melihat hal konkret dari wacana ini. Okelah kemudian teknisnya sudah berjalan jadwal schedulenya sudah ada, tapi kebijakannya sama sekali tidak realistis,” ujarnya di Tarakan baru-baru ini.
Lanjutnya, ada beberapa hal yang menjadi dasar dirinya mengatakan bahwa program MBG terkesan dipaksakan.
Pertama soal penentuan harga, dan kedua juknis yang belum ada hingga saat ini. Ketiga belum ada penganggaran, dan keempat riset pra program ini.
Padahal, program ini sudah dilaksanakan Januari 2024. Menurutnya perlu persiapan yang matang sebab MBG merupakan program besar yang melibatkan banyak pihak.
Dikatakannya, dengan besaran Rp 10 ribu perporsi, rasanya amat mustahil MBG dapat diterapkan di seluruh Indonesia. Hal itu lantaran setiap daerah memiliki perbandingan nilai ekonomis sebuah komoditi yang berbeda-beda. Sehingga kata dia, seharusnya pemerintah tidak menyamaratakan anggaran pada setiap daerah.
“Kalau kita bicara soal harga ini agak lucu karena tidak mungkin semua daerah bisa mendapatkan makanan bergizi dengan harga 10-15 ribu. Apalagi presiden kemarin sudah menetapkan biaya perporsi MBG sebesar Rp 10 ribu. Kita jangan lihat di daerah 3 T lainnya, kita lihat di Tarakan saja, uang 10 ribu kira-kira bisa dibelikan apa untuk makanan yang memenuhi standar gizi,” jelasnya. (apc/and)
Reporter: Ade Prasetia
Editor: Andhika