TARAKAN – Puluhan hektar lahan di Tarakan hangus terbakar dalam kurun waktu tiga hari. Hal itu disampaikan Polhut Ahli Muda Unit Pelaksana Teknis Daerah Kesatuan Pengelola Hutan (UPTD KPH) Tarakan, Romy Suprianto, Kamis, (14/3/2024).
“Selama Ramadan kalau kita ikut Muhammadiyah mulai Senin hingga Rabu, ada sekitar 6 kasus kebakaran. Kecil-kecil tapi lumayan, di Juata Permai sekitar 3 hektar. PT MKI sudah 5 hektar lebih. Perkiraanya lebih dari 10 hektar kalau ditotal semua,” ucapnya di Tarakan.
Kebanyakan lahan tersebar di wilayah Tarakan, seperti sekitaran Amal, PT MKI Kelurahan Juata Laut, Juata Permai, Hutan Lindung Gunung Slipi, dan Mambrungan Timur.
Adapun mayoritas penyebab kebakaran lahan, disebabkan karena ulah masyarakat yang sengaja melakukan pembakaran. Menurutnya, ada kekeliruan dari masyarakat yang menganggap bahwa cuaca panas menjadi penyebab utama kebakaran hutan. Padahal menurutnya, munculnya api seringkali dipicu karena ulah manusia yang melakukan aktivitas pembakaran.
Untuk itu, dia mengingatkan masyarakat agar tidak melakukan aktivitas pembakaran di dalam kebun maupun hutan. Pembakaran hutan dan lahan akan dikenakan sanksi berupa pidana penjara paling lama 5 tahun, dan denda paling maksimal Rp 1,5 miliar.
Kebiasaan ini, lanjutnya, jika tidak dilakukan secara bertanggungjawab akan menyebabkan kebakaran kawasan hutan dan lahan (Karhutla), menimbulkan kerugian yang tidak hanya dirasakan oleh masyarakat namun merusak fungsi ekologi dan lingkungan.
Romy juga mengharapkan adanya satuan tugas khusus yang menangani kasus kebakaran lahan. Satuan tugas ini diharapkan dapat mengawasi dan memberikan hukuman tegas kepada oknum yang sengaja membakar lahan.
“Mungkin dari kepolisian ada tindakan-tindakan kalau ada tertangkap tangan bisa dilakukan ke penyidikan. Kami juga berharap pihak terkait seperti BPBD, Polres, Polsek setempat yang sering ikut lapangan untuk menangani hal seperti itu,” harapnya.
Menurutnya, oknum pembakar lahan harus ditindak tegas dan dapat diberi hukuman tegas seperti penjara. Kata dia, aturan membakar lahan sudah di atur dan ditindak tegas, namun aplikasinya masih kurang sehinggga kejadianya terulang kembali.
Sejauh ini, kata Romy, belum ada oknum pembakar lahan yang ditindak tegas. Sebab prosesnya membutuhkan bukti yang kuat. Untuk itu, dia kembali menegaskan perlu adanya satuan tugas yang mengawasi aktivitas masyarakat di kawasan hutan.
“Efektif itu, jika semua stakeholders Polres, Babinsa, Bhabinkamtibmas hingga ke tingkat RT. Karena ndak mungkin Ketua RT tidak tau lahan dan warganya, sehingga mereka bisa memantau dan pasti ada ketakutan. Itu harapan saya,” katanya.
Penulis: Ade Prasetia
Editor: Yusva Alam