TARAKAN – Tarakan masuk ke dalam lima besar wilayah dengan temuan produk impor Tanpa Izin Edar (TIE) atau Ilegal.
Hal itu dikatakan Plt. Kepala BPOM RI, Rizka Andalucia saat menggelar Diseminasi hasil intensifikasi pengawasan pangan menjelang Natal Tahun 2023 dan Tahun Baru 2024 yang digelar secara serentak di seluruh Indonesia dan dipusatkan di Kantor BPOM RI, belum lama ini.
Sebanyak 76 UPT BPOM mengikuti diseminasi, termasuk salah satu di Tarakan yang mengikuti kegiatan tersebut di Kantor Balai POM di Tarakan.
Rizka menuturkan, bahwa saat ini sudah masuk tahap ketiga terkait kegiatan pengawasan pangan menjelang Nataru. Pelaksanaannya serentak di 76 UPT BPOM RI, dengan sasaran melakukan pengawasan importir, eksportir, dan retail hingga toko kecil.
Selain dalam bentuk fisik mengunjungi sarana distribusi, juga difokuskan pengawasan terhadap e-commerce atau penjualan secara online.
“Kegiatan dilaksanakan lima tahap. Sampai tahap ketiga 21 Desember 2023, pemeriksaan dilakukan di 2.438 sarana,” kata Rizka.
Hasilnya, ada kenaikan sarana 1 persen untuk persebaran jenis sarana peredaran yang diperiksa. Rinciannya, 1.123 sarana ritel modern, 833 sarana ritel tradisional, 444 sarana distributor, 23 sarana importir, dan 15 sarana e-commerce.
“Hasil pemeriksaan sarana, ada 1.707 sarana memenuhi ketentuan dan ada 731 sarana tidak memenuhi ketentuan dari total 2.438 sarana yang diawasi,” ucapnya.
Lebih lanjut Rizka menjelaskan, proporsi sarana tidak memenuhi ketentuan, ada sarana ritel modern 394 atau 16,16 persen, sarana ritel tradisional 297 atau 12,18 persen, gudang distributor sebanyak 36 atau 1,48 persen, gudang e-commerce 3 sebanyak 0,12 persen, gudang importir sebanyak 1 atau 0,04 persen.
“Hasil pengawasan untuk produk tidak memenuhi ketentuan sebanyak 86.034 pcs dan 4.441 item diperiksa dan rinciannya, untuk TIE sebanyak 52,90 persen, kedaluwarsa sebanyak 41,41 persen dan rusak sebanyak 5,69 persen,” jelasnya.
Nilai ekonomi produk temuan di atas disampaikan Rizka mencapai Rp1.638.011.903 atau Rp1,6 miliar. Lebih detail dirincikan, Tanpa Izin Edar atau TIE sebanyak Rp 1.339.513.116, kedaluwarsa Rp 253.574.973, dan produk rusak Rp 44.923.814.
Dari hasil tersebut, terdapat lima wilayah kabupaten dan kota dengan jumlah temuan pangan TMK terbanyak berdasarkan hasil pengawasan. Salah satunya adalah Kota Tarakan, Kalimantan Utara.
Untuk TIE impor, yakni Balai Besar POM Jakarta dengan rincian ada bumbu siap pakai. Kemudian Balai POM di Tarakan, dengan rincian TMK antara lain makanan ringan ekstrudat.
Selanjutnya, Balai POM di Batam, ada pasta dan mie, kemudian Balai Besar POM Pekanbaru, ada kembang gula atau permen, serta Loka POM Kabupaten Sanggau, ada makanan ringan non ekstrudat.
“Kemudian untuk kedaluwarsa ada di Kabupaten Belu, Ambon, Sumba Timur, Sofifi, Pulau Morotai. Selain itu ada juga di Belu, Manokwari, Pangkal Pinang, Ambon, dan Kendari untuk pangan rusak,” bebernya.
Untuk kasus TIE, banyak ditemukan karena berdekatan dengan negara tetangga. “Dan itu diintensifkan pengawasannya. Produk rusak banyak di daerah Timur, karena berkaitan dengan rantai distribusi pangan relatif panjang untuk transportasinya dan sebagainya, namun itu tidak mengurangi, pangan yang dikonsumsi masyarakat harus aman,” katanya.
Sementara, khusus menjelang Natal, intensifikasi pengawasan terhadap produk pangan kedaluwarsa 0,01 persen ditemukan di tahap ketiga.
Sementara itu, Kepala Balai POM di Tarakan, Herianto Baan menyampaikan, Tarakan yang merupakan bagian dari Provinsi Kaltara masuk wilayah perbatasan. Hasil temuan sebagian besar adalah produk pangan TIE berasal dari Malaysia.
“Temuan kami dapatkan 4.050 pcs dan bernilai ekonomis Rp186.134.000. Sebagian besar kami dapatkan di sarana-saran retail seperti toko dan distributor masih menjual produk pangan TIE,” jelasnya.
Pihaknya sudah menindaklanjuti laporan BPOM di Banjarmasin masuk ke tenant di bandara dan memang ada juga ditemukan beberapa tenant menjual produk pangan TIE.
“Kami berkoordinasi dengan kepala bandara untuk ditertibkan dan kami lakukan sosialisasi agar tenant di bandara bisa mengikuti. (APC)