TARAKAN – Dinas Kesehatan Kota Tarakan mencatat 74 anak menderita penyakit Tuberkulosis atau TBC. Hal itu didapatkan melalui pemeriksaan kepada 94 anak di sepanjang Januari hingga September 2023.
“Jumlah sasaran TB anak 94 orang, capaian penemuan kasus TB anak sebanyak 74 orang atau 78.72 persen. Anak dalam kategori TBC adalah mereka yang berumur 0-14 tahun,” ucap Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Tarakan, Irwan Yuwanda saat ditemui di Kantor Dinkes Tarakan baru-baru ini.
Penyakit yang disebabkan infeksi bakteri Mycobacterium Tuberculosis itu, kata dia, rentan menyerang anak-anak karena memiliki daya tahan tubuh rendah, mengalami gizi buruk, ventilasi rumah yang kurang baik, dan lingkungan kurang sehat. Umumnya mereka tertular dari orang dewasa.
“Kalau TB pada anak, mereka tertular dari orang dewasa, karena hidup dan tinggal bersama dengan penderita TBC yang tidak diobati,” kata Irwan.
Dia lanjut menjelaskan, anak-anak yang terinfeksi penyakit menular ini secara umum hampir memiliki gejala yang sama dengan orang dewasa seperti batuk terus menerus hingga dua pekan, berkeringat di malam hari, hilang nafsu makan, berat badan turun drastis, dan demam.
Irwan mengatakan salah satu cara paling ampuh untuk mencegah TB pada anak adalah vaksinasi dengan vaksin BCG (Bacille Calmette-Guérin). Vaksin ini disarankan diberikan pada bayi segera setelah lahir atau pada usia awal, yaitu sekitar 2-3 bulan. Vaksin ini sangat efektif dalam mencegah meningitis TB dan bentuk penyakit yang parah. Selain itu, menjaga pola hidup sehat dengan menjaga lingkungan rumah atau tempat tinggal tetap bersih, tidak lembab, dan pastikan sinar matahari dapat masuk ke dalam rumah.
“TBC bisa dicegah sejak dini dengan vaksin BCG. Kalau sudah diberi ini ada tameng pertama. Pola hidup sehat dan bersih juga penting.” ucapnya.
Guna mengurangi penyebaran kasus TBC, Dinas Kesehatan Kota Tarakan gencar melakukan investigasi kontak. Dijelaskan Irwan, Investigasi Kontak (IK) merupakan kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan penemuan kasus TBC dengan cara mendeteksi secara dini dan sistematis terhadap orang yang kontak dengan sumber infeksi TBC.
“Jadi ketika ada pasien TBC kader kesehatan dan petugas kesehatan akan investigasi kontak. Sama kek covid ada pasien satu langsung dicari TBC juga begitu. Minimal 15 orang jadi kontaknya dengan siapa siapa aja sih. Kalau serumah wajid itu ada terapi pencegahan Tuberkulosis. Kemudian yg kontak itu diperiksa dan di edukasi,” tandasnya. (apc/and)
Reporter: Ade Prasetia
Editor: Andhika