TARAKAN – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Tarakan mencatat, bahwa tanah longsor menjadi bencana paling dominan di wilayah ini. Hingga Mei 2025, tercatat sebanyak 41 kasus longsor terjadi di berbagai titik di Tarakan.
Kepala BPBD Kota Tarakan, Yonsep, menjelaskan kondisi geografis dan lingkungan menjadi faktor utama tingginya risiko bencana di daerah ini, khususnya longsor dan genangan air yang sering muncul saat musim hujan.
“Banyak permukiman warga berada di daerah perbukitan. Kontur tanah yang kering dan berpasir memperparah risiko longsor, terutama saat musim hujan. Ketika tanah sudah gundul, hujan sedikit saja bisa langsung menyebabkan pengikisan,” ungkap Yonsep pada Kamis (26/6/2025).
Selain longsor, banjir berupa genangan air juga kerap terjadi di Tarakan. Meskipun biasanya cepat surut, dampaknya tetap merugikan warga.
“Barang-barang elektronik, dokumen penting, dan pakaian bisa rusak kalau tidak segera diamankan. Jadi meski hanya genangan, tetap harus diwaspadai,” tambahnya.
Yonsep mencontohkan kejadian di Juata beberapa waktu lalu, di mana tujuh rumah terendam akibat keterlambatan pembukaan pintu embung. Hal ini menunjukkan pentingnya kesiapsiagaan petugas di lapangan, terutama dalam pengelolaan infrastruktur pengendali air.
Lebih lanjut, dia menyebut kerusakan lingkungan sebagai penyebab utama memburuknya kondisi. Banyak hutan yang dulunya menjadi area resapan air kini sudah terbakar atau rusak, sehingga aliran sungai di hulu tidak lagi mampu menahan debit air saat hujan deras.
“Kerusakan hutan dan alih fungsi lahan mempercepat proses terjadinya bencana,” ujar Yonsep.
Dia juga menyoroti tantangan lain dalam penanggulangan bencana di Tarakan, yakni keterbatasan lahan. Kepadatan penduduk dan rumah yang berhimpitan meningkatkan risiko bencana lanjutan seperti kebakaran.
Untuk itu, BPBD mengimbau masyarakat agar lebih memperhatikan aspek keamanan saat membangun rumah, termasuk memastikan instalasi listrik dipasang oleh tenaga profesional.
“Kebanyakan kebakaran itu disebabkan korsleting akibat kabel yang tidak sesuai standar,” jelasnya.
Yonsep pun berharap agar program-program pemerintah seperti penanaman bambu di kawasan rawan, kerja sama dengan kelurahan, serta pelibatan mahasiswa melalui program KKN, dapat membantu memulihkan kondisi lingkungan dan meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana.
Penulis: Ade Prasetia
Editor: Yusva Alam