TARAKAN – Kebijakan efisiensi anggaran yang diberlakukan secara nasional, ternyata berdampak besar terhadap kinerja lembaga pengawas pelayanan publik, termasuk Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Kalimantan Utara (Kaltara).
Keterbatasan anggaran, khususnya untuk kegiatan investigasi dan pencegahan maladministrasi, menyebabkan sejumlah laporan masyarakat tidak bisa ditindaklanjuti secara optimal. Bahkan, untuk tahun ini, kegiatan investigasi di lapangan tidak bisa dilakukan karena tidak dianggarkan sama sekali.
“Anggarannya nol rupiah. Ini sangat berdampak terhadap kecepatan dan kualitas penyelesaian laporan,” ungkap Kepala Ombudsman RI Perwakilan Kaltara, Maria Ulfah, Minggu (15/6/2025).
Salah satu contoh nyata adalah laporan dari warga di Kecamatan Sebatik, Kabupaten Nunukan terkait kasus pertanahan.
Menurut Maria, laporan tersebut telah masuk tahap yang seharusnya memerlukan pengecekan langsung di lapangan. Namun karena tidak ada anggaran untuk perjalanan dinas, investigasi tidak dapat dilakukan.
“Kami harus tahu persis lokasi tanahnya, siapa yang bersengketa, dan bagaimana sikap instansi pertanahan setempat. Tapi itu tidak bisa dilakukan. Ini menghambat penyelesaian laporan,” jelasnya.
Situasi serupa juga berdampak pada kajian-kajian dan penilaian layanan publik. Rencana awal untuk melakukan penilaian di kabupaten/kota seperti Bulungan dan Nunukan, akhirnya dibatasi hanya di Tarakan. “Kami hanya mengambil sampel di Tarakan, padahal awalnya dirancang lebih luas,” tambah Maria.
Sebagai alternatif, Ombudsman Kaltara berusaha tetap menyelesaikan laporan dengan memanfaatkan teknologi seperti zoom. Namun, tantangan baru pun muncul. “Koneksi yang tidak stabil sering membuat klarifikasi tidak maksimal. Kadang terputus, kadang tidak bisa mendengar utuh,” katanya.
Kondisi ini juga berdampak pada upaya edukasi langsung di lapangan, yang selama ini menjadi bagian penting dari fungsi Ombudsman. Tanpa kehadiran fisik, tim tidak bisa menyampaikan langsung standar layanan yang belum terpenuhi, atau memberikan saran perbaikan secara langsung kepada instansi terkait.
Dulu, kata Maria, saat tim bisa turun ke daerah, mereka dengan mudah mengakses pengambil kebijakan, termasuk kepala daerah. “Kami bisa langsung bertemu saat exit meeting dan menyampaikan hasil penilaian, termasuk variabel-variabel yang perlu diperbaiki,” jelasnya.
Melihat berbagai keterbatasan yang dihadapi, Maria berharap pemerintah pusat melakukan evaluasi terhadap kebijakan efisiensi, khususnya terhadap lembaga-lembaga yang memang memiliki kebutuhan untuk turun ke lapangan. “Kami bukan hanya mengawasi penyelenggara layanan publik, tapi juga mengedukasi masyarakat tentang hak dan kewajiban mereka. Ini tidak bisa dilakukan sepenuhnya secara daring,” tegasnya.
Ia juga mengajak pemerintah pusat untuk melihat langsung kondisi di daerah-daerah perbatasan. “Silakan turun ke perwakilan di daerah-daerah seperti Kaltara. Lihat langsung, sudahkah masyarakat benar-benar terlayani hak-haknya dalam pelayanan publik?,” pungkasnya.
Penulis: Ade Prasetia
Editor: Yusva Alam