TARAKAN – Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Tarakan mencatat sekitar 4 ribu anak di wilayah tersebut mengalami putus sekolah. Angka tersebut didominasi oleh anak-anak yang tidak menyelesaikan pendidikan di tingkat Sekolah Dasar (SD) dan tidak melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Kepala Disdik Kota Tarakan, Tamrin Toha, mengungkapkan, bahwa pendataan ini dilakukan dengan bantuan pihak Kelurahan di seluruh kota beberapa waktu lalu.
Menurutnya, meski data awal menunjukkan angka 4.000-an anak, setelah dilakukan validasi lapangan, jumlah tersebut mengalami pengurangan.
“Data perlu divalidasi kembali, karena ada anak-anak yang sudah pindah ke luar daerah atau masuk ke sekolah khusus seperti pesantren, yang tidak tercatat dalam Dapodik (Data Pokok Pendidikan),” ujarnya di Tarakan, baru-baru ini.
Dari hasil validasi tersebut, diketahui sekitar 1.300 anak putus sekolah pada jenjang SD dan SMP. Sisanya, adalah anak-anak yang tidak melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas (SMA) serta anak-anak dengan kebutuhan khusus atau disabilitas.
Tamrin mengakui, mengajak anak-anak putus sekolah untuk kembali melanjutkan pendidikan bukanlah hal mudah. Faktor ekonomi menjadi alasan utama banyak dari mereka terpaksa berhenti bersekolah. Sementara itu, untuk anak-anak disabilitas, tantangan terbesar adalah minimnya jumlah Sekolah Luar Biasa (SLB) di Kota Tarakan, serta jaraknya yang cukup jauh dari pusat kota.
“Selama ini, faktor ekonomi selalu menjadi hambatan utama. Namun kami berharap, melalui program Sekolah Rakyat, yang akan menanggung seluruh kebutuhan anak termasuk asrama, dapat menjadi solusi untuk memutus rantai kemiskinan di Indonesia,” jelasnya.
Lebih lanjut, dia menyampaikan bahwa tahun ini pihaknya akan kembali melakukan aksi nyata untuk mengatasi masalah anak putus sekolah. “Dalam waktu dekat kami akan kembali melakukan pendataan. Setelah itu, anak-anak yang terdata akan kami daftarkan ke sekolah, meski lewat jalur pendidikan non-formal,” pungkasnya.
Penulis: Ade Prasetia
Editor: Yusva Alam