TANJUNG SELOR – Kasus ilegal mining atau pertambangan emas tanpa izin, di Kecamatan Sekatak Kabupaten Bulungan, dengan terdakwa Nurawa dan Ahmad Jailani, masuk agenda pledoi atau pembelaan.
Dikonfirmasi soal persidangan itu, Penasihat hukum (PH) Nurawa, Hendrik Kusnianto menilai banyak kejanggalan dan terkesan dipaksakan untuk diproses persidangan.
Dia menyampaikan terdakwa Nurawa, dipersalahkan karena secara bersama-sama dengan Ahmad Jailani melakukan tindak pidana illegal mining. “Alasan hukum yang diterapkan oleh jaksa penuntut umum (JPU), terdakwa Nurawa memenuhi unsur penyertaan. Tim kuasa hukum tidak sepakat dengan tuntutan JPU. Sehingga kita ajukan pledoi, atas tuntutan jaksa,” ujar Hendrik Kusnianto, kepada wartawan, Selasa (29/8/2023).
Hendrik melanjutkan, ada dua syarat utama turut serta melakukan tindak pidana. Pertama, memiliki niat jahat atau kehendak bersama. Kedua, mewujudkan dalam perbuatan. Walaupun, perbuatannya tidak dilakukan secara bersama-sama.
“Misalnya, saya bersama teman saya berniat melakukan perempokan. Tetapi, saya menyuruh teman saya menjaga. Nah, apa yang saya lakukan itu merupakan perwujudan niat jahat. Walaupun perannya berbeda-beda,” terangnya.
Dalam kasus ini, JPU tidak menjelaskan secara detail terkait hal tersebut. Mereka hanya menyatakan bahwa ada perintah dan perjanjian kerja sama (PKS) kedua terdakwa.
Di dalam nota pledoi, lanjut dia sudah sampaikan bahwa Nurawa ini tidak memiliki niat jahat secara bersama-sama. “Bagaimana mengkonstruksikan niat jahat, ketika ada seseorang memiliki izin harus melakukan niat jahat melakukan tindak pidana illegal mining,” tegasnya.
Untuk bisa mendapatkan izin usaha pertambangan (IUP), kata dia membutuhkan biaya besar. Kenapa Nurawa harus melakukan hal tersebut. “Bagian ini kemudian yang kita pertegas, karena tidak ada satupun penjelasan dari jaksa terkait niat jahat yang dilakukan Nurawa, tetapi hanya sebatas adanya perjanjian kerjasama,” tukasnya.
Sementara, dalam fakta persidangan terkait PKS itu sudah disampaikan, bahwa perjanjian itu hanya sebatas sewa alat berat. Namun, terdakwa Ahmad Jailani melakukan aktivitas pertambangan. PKS itu sudah dicabut per tanggal 19 Meret, untuk dilakukan adendum.
“Nah, terkait kegiatan pertambangan yang dilakukan, setelah pencabutan itu tidak bisa dikaitkan dengan PKS tersebut,” bebernya.
Oleh karena itu, tim kuasa hukum berpendapat bahwa Nurawa tidak dapat dikatakan turut serta. Karena tidak memenuhi unsur kehendak bersama.
Sementara itu, Kepala Seksi Tindak Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejaksaan Negari (Kejari) Bulungan, Muhammad Faizal menuturkan, jaksa mengajukan tuntutan berdasarkan fakta persidangan.
“Kita menyerahkan sepenuhnya ke Majelis Hakim,” terangnya.
Jikalaupun ada pandangan lain dari penasehat hukum, itu merupakan hal yang wajar. JPU memastikan tuntutan itu berdasarkan fakta persidangan. (tin/and)
Reporter: Martinus Nampur
Editor: Andhika