TARAKAN – Sejumlah respons muncul pasca Pemerintah ingin mengeluarkan kebijakan untuk memberikan bantuan sosial (Bansos) kepada pelaku judi Online (Judol). Isu itu muncul setelah Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy mengeluarkan pernyataan ingin memberi bantuan kepada korban terdampak Judol seperti keluarga maupun orang terdekat pelaku.
Salah satunya, datang dari Praktisi sekaligus Akademisi Ekonomi Universitas Borneo Tarakan (UBT) Margiyono. Menurutnya wacana tersebut merupakan kebijakan yang tidak bijak.
Pemberian bantuan pada korban terdampak Judol justru dinilainya menjadi bentuk dukungan kepada pelaku Judol. Pasalnya pemberian bansos tersebut membuka jalan agar fenomena Judol tetap bertahan.
“Meski wacana itu kepada korban terdampak dalam artian keluarga atau kerabat pelaku Judol yang terdampak karena perilaku pelaku Judol ini saya pikir juga kurang tepat. Kenapa karena ini bisa menjadi pemicu pelaku untuk tidak takut bermain Judol,” ujarnya di Tarakan, Minggu (6/7/2024).
“Karena dia berpikir kalau misalnya saya kalah, saya meminjam uang, mengambil punya orang terdekat saya, pasti nanti kerugian mereka akan ditanggung negara,” sambungnya.
Kebijakan itu, lanjutnya, dapat membuat para pelaku Judol merasa aman dan tidak ada beban untuk merugikan orang lain. Sebab dia merasa ada jaminan dari negara akan diberi bantuan. Dia menegaskan kebijakan ini akan memanjakan pelaku Judol.
“Apapun alasannya hal yang terdampak oleh judol menurut saya sangat fatal untuk dikasihani. Kenapa, supaya orang terdekat pelaku Judol ini berpikir mau meminjamkan uangnya atau harta bendanya untuk pelaku Judol sehingga jika mereka anti terhadap Judol ini merupakan strategi untuk menghentikan Judol secara sanksi sosial,” tuturnya.
Alhasil kata dia, kebijakan tersebut membuat pelaku tidak merasa bersalah dan tidak memiliki beban untuk merugikan orang lain. Selain itu, pelaku tidak terbebani secara moril dalam melanjutkan aktivitasnya.
Menurutnya, pemberian bansos semestinya lebih diprioritaskan kepada fakir, lansia, dan masyarakat ekonomi kelas ke bawah daripada memikirkan korban terdampak Judol.
Jika akhirnya Bansos disalurkan kepada korban terdampak Judol, maka kebijakan ini merupakan kebijakan yang fatal kesekian kalinya yang pernah dilakukan pemerintah. Sehingga kata dia, eksisnya Judol menjadi salah satu penghambat visi pemerintah menuju generasi emas di Tahun 2045. Mengingat menciptakan generasi emas memerlukan upaya mencetak generasi berkualitas yang dapat terhambat karena godaan Judol pada generasi muda.
“Jika memang bansos ini jadi diberikan pada korban terdampak Judol, ini menjadi satu dari sekian kebijakan pemerintah yang tidak bijak. Sama halnya seperti beberapa waktu lalu, pemerintah membasmi fenomena prostitusi via aplikasi online, tapi staffnya disuruh download aplikasinya ini kan di luar Nalar. Prostitusi tidak hilang mungkin staffnya ikut menjadi pelaku,” ungkapnya. (apc/and)
Reporter: Ade Prasetia
Editor: Andhika