Catatan oleh: Mohammad Irfansyah, Pj Ketua DPC GMNI Kota Tarakan
ASAS Pemilihan Umum (Pemilu) yang dikenal sebagai Luber-jurdil menjadi dasar pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) di Indonesia. Lubejurdil merupakan akronim dari Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan Adil seperti yang tertuang dalam Pasal 2 UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Thomas Jefferson seorang filsuf dan Pencetus Deklarasi Kemerdekaan Amerika mengatakan “Honesty is the first chapter in the book of wisdom” ini mengumpamakan kejujuran merupakan bab pertama untuk menjadi seorang pemimpin.
Dalam proses demokrasi Indonesia Pemilu merupakan sebuah pencarian seorang pemimpin, pencarian seorang wakil rakyat yang akan menjadi corong perjuangan rakyat itu sendiri untuk mengakomodir hak-hak nya selama 5 tahun kedepan. Demokrasi melalui pemilu yang berasaskan jujur dan adil merupakan kunci tegaknya kemajuan peradaban bangsa.
Pada Putusan MK nomor 226-01-17-24/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 yang memerintahkan Pemungutan Suara Ulang di Dapil Tarakan Tengah Kota Tarakan, Kaltara dapat dijadikan suatu refleksi kita kedepannya dalam memilih pemimpin yang kita harapkan mampu menahkodai masyarakat menuju sebuah sistem yang lebih baik dengan berlandaskan kejujuran dan keadilan yang demokratis.
Putusan ini juga memperlihatkan terkikisnya kemurnian demokrasi akibat dari ketidakjujuran calon wakil rakyat dan ketidakcermatan partai politik sebagai sebuah organisasi yang seharusnya menjadi kawah candradimuka calon pemimpin, serta penyelenggara pemilu dan masyarakat yang seharusnya aktif turut serta dalam pengawasan terlambat dalam melakukan identifikasi.
Ketidakjujuran yang terjadi dari akar ini berpotensi menumbuhkan ranting-ranting ketidakjujuran lainnya dan ini tidak mencerminkan negara yang menganut sistem demokrasi proposional terbuka. Terciderainya demokrasi ini bahkan berdampak luas dengan terjadinya putusan pemungutan suara ulang yang jelas akan menguras energi dan biaya yang besar untuk dilakukan.
Putusan MK dalam mendiskualifikasi salah satu Calon Anggota DPRD Tarakan Tengah karena merupakan mantan terpidana yang belum jeda 5 tahun dan dilakukan pemungutan suara ulang merupakan sebuah konsekuensi untuk kembali menjaga marwah demokrasi itu sendiri.
Pada prinsip kejujuran, ini juga menjadi evaluasi besar untuk KPU Kota Tarakan agar lebih cermat dalam melakukan verifikasi persyaratan pada calon legislatif untuk bisa ikut andil dalam pemilihan umum tidak hanya melakukan pengecekan pada kertas berkas saja. Seharusnya KPU dan BAWASLU lebih tegas dan ketat dalam melaksanakan tugasnya mengingat KPU dan Bawaslu telah disumpah untuk melaksanakan pemilhan umum secara integritas, mandiri, professional, transparan, dan akuntabel.
Dalam hal kita sebagai warga negara harus memahami setuasi dan kondisi perpolitikan yang ada di setiap daerah sehingga mampu melahirkan calon legeslatif atau eksekutif yang bersih, jujur dan murni dari suara rakyat untuk kemajuan daerah, bangsa dan negara. (*)