spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

JPU Tolak Surat Kuasa Penasehat Hukum Babul Salam

TANJUNG SELOR – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Bulungan angkat suara terkait dengan putusan banding terhadap perkara pemilu dengan terdakwa in absentia, Babul Salam.

Prinsipnya JPU Kejari Bulungan menghormati keputusan tersebut. Namun setelah dipelajari pertimbangan hukum dari keputusan tersebut, putusannya masuk pada pokok perkara berdasarkan surat edaran Mahkamah Agung Nomor 6 tahun 1988 itu, secara tegas menyatakan agar surat kuasa oleh terdakwa in absentia kepada penasihat hukum ditolak dan tidak dilayani tanpa terkecuali.

“Jadi jangankan untuk masuk pada pokok perkara, harusnya diterima permohonan bandingnya saja tidak boleh dilakukan, sesuai dengan surat edaran tersebut,” ujar Kasi Pidum pada Kejari Bulungan, Muhammad Rifaisal, kepada wartawan Senin (15/4/2024).

Dikatakan, dari salinan putusan JPU Kejari Bulungan melihat majelis hakim mengabaikan fakta yang dimuat dalam memori banding penuntut umum, terutama untuk poin surat edaran Nomor 6 tahun 1988 tentang pengacara atau penasihat hukum yang menerima kuasa dari terdakwa in absentia.

Dan harusnya dipertimbangkan, karena itu bentuk edaran yang dibuat atas kajian terhadap kondisi di lapangan, jadi hal ini sudah sejak dulu terjadi, terdakwa tidak memenuhi panggilan, tidak patuh hukum setelah diputus oleh Pengadilan Negeri melalui in absentia, tiba-tiba ada pengacaranya yang mengajukan banding.

“Jadi menurut hemat kami, majelis hakim Pengadilan Tinggi lalai untuk mematuhi surat edaran dari Mahkamah Agung yang notabene itu instansi induknya,” jelas dia.

Selanjutnya kata dia, Majelis Hakim dalam pertimbangannya hal 37 jelas sekali menuliskan jawaban dari mengapa surat edaran nomor 6 tahun 1988 memerintahkan untuk ditolak dan tidak dilayani tanpa terkecuali, surat kuasa yang diajukan oleh pengacara atau penasihat hukum yang menerima kuasa dari terdakwa in absentia, karena hal tersebut untuk memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat.

“Jadi tidak ada keraguan apakah surat kuasa tersebut tanda tangan asli terdakwa atau bukan, makanya ditolak karena terdakwanya tidak patuh terhadap hukum di negara kita. Kan itu poin dari surat edaran Mahkamah Agung tersebut,” tuturnya.

Jadi kemudian terhadap permohonan PH Babul Salam terkait materi perkara itu ditolak semua oleh hakim Pengadilan Tinggi Kalimantan Utara. Jadi apa yang dituntut oleh JPU dan diputus oleh Pengadilan Negeri Tanjung Selor tersebut sudah benar, namun hakim PT Kaltara menilai pada sisi berat ringannya tuntutan jaksa dan putusan pengadilan Tingkat pertama dengan mengedepankan prinsip kesetaraan dengan putusan dari Pengadilan Negeri Nunukan dan Tarakan.

“Kami menghormati prinsip tersebut. Namun kami juga berprinsip jika seorang warga Negara Indonesia yang tidak patuh dan taat serta tunduk pada perundang-undangan yang berlaku secara sah, tidaklah layak mendapatkan keringanan hukum,” tukasnya.

Putusan PN Nunukan dan Tarakan, kata dia yang disebutkan dalam pertimbangan hukumnya itu tidak aple to aple, kenapa tidak ambil saja putusan banding perkara pemilu dari Bulungan juga yang hasilnya dikuatkan putusan 2 tahun.

“Kan aneh ini, ngapain jauh-jauh ke PN Nunukan dan Tarakan. Toh PN Tanjung Selor juga punya perkara banding pemilu yang saat itu putusan majelis Hakim PT menguatkan putusan PN Tanjung Selor,” ucapnya.

JPU Kejari Bulungan, kata dia saat ini akan berupaya untuk melaksanakan putusan tersebut, karena dalam perkara pemilu memang hanya sampai tingkat banding.

Terhadap terpidana, pihaknya akan berkoordinasi dengan bidang intelijen untuk menerbitkan DPO dan menggunakan Sumber Daya yang ada, untuk melakukan pencarian terhadap terpidana Babul Salam guna dieksekusi sesuai dengan putusan tersebut.(tin)

Editor: Yusva Alam

16.4k Pengikut
Mengikuti

BERITA POPULER